TUGAS MANDIRI 01 - PENGAMATAN

Pengamatan Sistem Industri, Teknologi, dan Dampaknya terhadap Lingkungan Di Alfamart Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat.

Sebagai bagian dari refleksi awal dalam mata kuliah ini, saya melakukan pengamatan mandiri terhadap sistem industri ritel modern yang berlokasi di kawasan Meruya Selatan, Jakarta Barat. Pilihan saya jatuh pada Alfamart Meruya Selatan yang beralamat di Jalan Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta 11650. Sebagai bagian dari jaringan minimarket terbesar di Indonesia, Alfamart ini merepresentasikan sistem industri ritel modern yang mengintegrasikan teknologi informasi, manajemen supply chain, dan layanan konsumen dalam skala lokal namun terhubung dengan jaringan nasional.

Lokasi strategis minimarket ini di kawasan Meruya Selatan menjadikannya hub distribusi dan konsumsi untuk masyarakat sekitar, termasuk mahasiswa Universitas Mercu Buana yang tidak jauh dari lokasi. Dari pengamatan yang dilakukan pada berbagai waktu operasional, terlihat aktivitas yang intens dengan teknologi modern yang mendukung efisiensi operasional namun juga menimbulkan jejak lingkungan yang perlu dianalisis.

Elemen Teknologi yang Terlibat

Sistem Point of Sale (POS) berbasis cloud menjadi tulang punggung operasional harian, terintegrasi dengan database pusat Alfamart untuk real-time inventory management dan reporting transaksi. Barcode scanner otomatis memungkinkan proses checkout yang cepat dan akurat, mengurangi antrian dan meningkatkan throughput customer. Electronic Data Interchange (EDI) menghubungkan toko dengan Distribution Center (DC) regional untuk automatic replenishment berdasarkan data penjualan real-time dan forecasting algoritm.

Teknologi refrigerasi dengan sistem inverter dan IoT sensors digunakan untuk mempertahankan cold chain produk makanan dan minuman, dilengkapi dengan monitoring suhu otomatis dan alert system. CCTV digital dengan AI-based analytics untuk security monitoring dan customer behavior analysis. Sistem pencahayaan LED dengan sensor gerak dan timer otomatis untuk efisiensi energi. Payment gateway terintegrasi mendukung berbagai metode pembayaran digital termasuk e-wallet, mobile banking, dan contactless payment.

Aplikasi AlfaGift dan sistem loyalty digital memungkinkan customer engagement yang lebih personal melalui targeted promotion dan reward system. WiFi gratis untuk customer dengan bandwidth management system. Generator backup otomatis untuk menjaga kontinuitas operasional 24 jam. Sistem inventory management menggunakan RFID untuk high-value items dan algoritma predictive analytics untuk demand forecasting.

Dampak Lingkungan yang Terlihat

Dari aspek positif, implementasi teknologi LED lighting mengurangi konsumsi energi hingga 60% dibandingkan sistem pencahayaan konvensional. Sistem inventory management yang akurat mengurangi food waste melalui better demand prediction dan faster stock rotation. Digital payment mengurangi penggunaan kertas untuk struk transaksi. Sistem monitoring suhu otomatis mencegah kerusakan produk yang dapat menyebabkan pemborosan.

Namun, dampak negatif lingkungan juga signifikan. Konsumsi energi listrik 24/7 untuk sistem refrigerasi, AC, dan perangkat elektronik menghasilkan carbon footprint yang besar, terutama mengingat mayoritas listrik Indonesia masih berasal dari batu bara. Volume sampah kemasan plastik dari produk yang dijual mencapai rata-rata 50-70 kg per hari, sebagian besar tidak dapat didaur ulang. Limbah elektronik dari pergantian POS system, CCTV, dan perangkat teknologi setiap 3-5 tahun menjadi concern jangka panjang.

Aktivitas logistik harian dengan truk distribusi berbahan bakar solar berkontribusi pada emisi CO2 dan polusi udara lokal. Penggunaan kantong plastik untuk konsumen, meskipun sudah dikenakan tarif, masih menghasilkan limbah plastik sekitar 200-300 lembar per hari. Sistem pendingin menggunakan refrigeran yang berpotensi merusak ozon jika terjadi kebocoran.

Hubungan Manusia, Teknologi, dan Alam (Sebelum Perkuliahan Pertama)

Sebelum mengikuti perkuliahan pertama, pandangan saya terhadap minimarket modern cenderung simplistik dan mengagungkan kemajuan teknologi. Saya melihat Alfamart sebagai representasi kesuksesan teknologi dalam memudahkan kehidupan sehari-hari manusia. Hubungan manusia, teknologi, dan alam dipandang secara linear dan hierarkis: manusia sebagai user, teknologi sebagai enabler, dan alam sebagai resource provider.

Paradigma "convenience first" mendominasi cara berpikir saya. Teknologi dalam ritel dianggap sebagai solusi sempurna yang hanya membawa kemudahan tanpa trade-off yang signifikan. Efisiensi operasional, kecepatan layanan, dan aksesibilitas 24 jam dipandang sebagai pencapaian peradaban modern yang patut dibanggakan. Dampak lingkungan dianggap sebagai "necessary evil" atau eksternalitas yang dapat diterima demi kenyamanan konsumen.

Konsep sustainability masih dipahami secara superficial, lebih sebagai marketing buzzword daripada keharusan operasional. Saya belum memahami interconnectedness antara keputusan teknologi di level mikro (toko tunggal) dengan dampak ekologis di level makro (perubahan iklim global).

Hubungan Manusia, Teknologi, dan Alam (Sesudah Perkuliahan Pertama)

Setelah perkuliahan pertama, perspektif saya mengalami paradigm shift yang fundamental. Saya mulai memahami bahwa sistem ritel modern seperti Alfamart adalah microcosm dari hubungan kompleks manusia-teknologi-alam yang saling mempengaruhi secara dinamis dan non-linear. Teknologi bukan sekadar alat pasif, melainkan agen aktif yang membentuk pola konsumsi, perilaku sosial, dan relasi dengan lingkungan.

Konsep "planetary boundaries" menjadi lens baru untuk menganalisis operasional minimarket. Setiap keputusan teknologi memiliki ripple effect yang berdampak pada carbon cycle, biodiversity, dan resource depletion. Paradigma circular economy menuntut redesign fundamental sistem ritel: dari take-make-dispose menjadi reduce-reuse-recycle-regenerate.

Saya kini memahami bahwa convenience culture yang difasilitasi teknologi ritel modern berkontribusi pada overconsumption dan throwaway society. Instant gratification yang ditawarkan minimarket 24 jam, meskipun memenuhi kebutuhan immidiate manusia, secara sistemik menciptakan ketergantungan pada consumption pattern yang unsustainable.

Technology assessment harus mencakup full lifecycle analysis: dari extraction material untuk hardware, manufacturing process, operational energy, hingga end-of-life disposal. Konsep "true cost accounting" mengharuskan internalisasi environmental externalities dalam business model ritel.

Implikasi untuk Sustainable Retail Model

Pengamatan ini mengungkapkan perlunya transformasi menuju regenerative retail model. Teknologi harus diorientasikan ulang dari "efficiency maximization" menuju "ecosystem optimization". Artificial Intelligence dapat digunakan untuk demand prediction yang lebih akurat guna mengurangi waste. IoT sensors dapat diintegrasikan dengan renewable energy system untuk optimasi konsumsi energi.

Blockchain technology dapat diterapkan untuk supply chain transparency dan carbon credit tracking. Konsep "zero waste store" dapat diimplementasikan melalui bulk dispensing system dan reusable packaging. Gamification dalam loyalty program dapat diarahkan untuk mendorong sustainable consumption behavior, bukan sekadar volume purchasing.

Vertical farming technology dapat diintegrasikan untuk fresh produce, mengurangi transportation footprint. Circular business model seperti product-as-a-service atau container deposit system dapat mengurangi single-use packaging. Community engagement platform dapat mengubah minimarket dari transactional space menjadi social hub yang mendukung local economy dan environmental awareness.

Penutup

Pengamatan terhadap Alfamart Meruya Selatan memberikan insight mendalam tentang kompleksitas sistem industri ritel modern dalam konteks sustainability challenge abad 21. Minimarket, sebagai interface langsung antara global supply chain dan local consumption, memiliki leverage besar untuk driving transformation menuju sustainable society.

Perkuliahan pertama membuka pemahaman bahwa teknologi dalam ritel harus didesign ulang dengan prinsip biomimicry dan regenerative design. Tantangan ke depan adalah mengintegrasikan convenience dan sustainability dalam business model yang viable secara ekonomi namun regenerative secara ekologis. Inovasi teknologi harus diarahkan untuk menciptakan abundance melalui efficiency, bukan scarcity melalui exploitation.

Sebagai calon praktisi, tanggung jawab saya adalah mengembangkan retail technology yang tidak hanya memenuhi human needs tetapi juga berkontribusi positif pada planetary health. Konsep "technology for good" harus menjadi guiding principle dalam setiap innovation decision, memastikan bahwa kemajuan peradaban manusia sejalan dengan regenerasi ekosistem bumi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TUGAS MANDIRI 05 - Observasi Siklus Hidup Produk Konsumsi

1. IDENTIFIKASI PRODUK Nama Produk: Smartphone Samsung Galaxy A Series Fungsi Utama: Komunikasi, akses internet, fotografi, produkti...