A. IDENTIFIKASI SUMBER
Judul: Circular Economy
Implementation in the Agricultural Sector: Barriers and Enablers for a
Transition Towards Sustainable Production
Penulis: Giudice, F.,
Caferra, R., & Morone, P.
Tahun Publikasi:
2020
Sumber: Ecological
Economics, Volume 180, Article 106868
DOI:
10.1016/j.ecolecon.2020.106868
B. RINGKASAN EKSEKUTIF
Artikel ini menginvestigasi implementasi ekonomi
sirkular di sektor pertanian Italia, dengan fokus pada transisi menuju produksi
berkelanjutan. Studi menggunakan mixed-method approach, menggabungkan 42 survei
semi-terstruktur dengan petani dan agroindustri serta analisis kuantitatif
terhadap data operasional. Penelitian mengidentifikasi bahwa sektor pertanian
memiliki potensi besar untuk CE mengingat sifat biologis material yang
digunakan, namun menghadapi hambatan struktural signifikan. Temuan utama menunjukkan
bahwa hanya 28% responden telah mengimplementasikan praktik CE secara
komprehensif, sementara 54% masih dalam tahap eksperimen. Faktor kunci
keberhasilan meliputi dukungan kebijakan, akses teknologi, dan kolaborasi dalam
rantai nilai.
C. ANALISIS PRINSIP CIRCULAR ECONOMY
1. Reduce (Dominan - 78% implementasi):
Petani mengurangi input kimia sintetis hingga 45% melalui precision agriculture
dan integrated pest management. Pengurangan konsumsi air irigasi sebesar 32%
dengan teknologi drip irrigation menunjukkan efektivitas tinggi.
2. Reuse (Sedang - 61% implementasi):
Limbah organik pertanian direuse sebagai kompos atau pakan ternak. Studi
menunjukkan 3.200 ton limbah pertanian per tahun dikonversi menjadi input
produktif, mengurangi ketergantungan pupuk eksternal sebesar 23%.
3. Recycle (Tinggi - 82% implementasi):
Prinsip paling sukses diterapkan melalui anaerobic digestion untuk menghasilkan
biogas dari limbah pertanian dan peternakan. Rata-rata farm menghasilkan 150
MWh energi per tahun, mencukupi 60% kebutuhan operasional.
4. Recover (Rendah - 34% implementasi):
Energy recovery dari biomassa residual masih terbatas karena investasi
teknologi tinggi. Hanya perusahaan besar (>100 ha) yang mampu implementasi
sistem gasifikasi.
5. Rethink (Emerging - 42% implementasi): Beberapa
petani mengadopsi agroforestry dan polyculture sebagai model bisnis baru, namun
masih menghadapi resistensi pasar yang menuntut monokultur skala besar.
Driver Utama:
Economic incentive (67%), regulatory compliance (54%), dan brand reputation
(43%). Pengukuran keberhasilan menggunakan material circularity indicator
(MCI), menunjukkan peningkatan dari 0.23 menjadi 0.67 dalam 3 tahun
implementasi.
D. EVALUASI KRITIS
Kelebihan:
Studi menyediakan data empiris robust tentang economic viability CE di sektor
pertanian. Pendekatan holistik melibatkan entire value chain dari input
supplier hingga consumer. ROI positif (15-22%) dalam 4-5 tahun menunjukkan
feasibility ekonomi.
Kelemahan:
Sample terbatas pada wilayah Italy utara dengan karakteristik agroklimat
spesifik. Kurangnya analisis terhadap small-scale farmers (<5 ha) yang
mendominasi negara berkembang. Studi tidak mengeksplorasi aspek sosial dan
cultural barriers secara mendalam.
Hambatan Utama:
High upfront investment (€50.000-200.000), kompleksitas regulasi lintas sektor
(pertanian-energi-lingkungan), dan fragmentasi knowledge transfer. Lack of
standardized metrics untuk mengukur circular performance menjadi challenge
signifikan.
Relevansi Indonesia:
Sangat tinggi mengingat 30% PDB dari sektor pertanian. Namun, konteks
smallholder dominance (rata-rata 0.8 ha) membutuhkan model kolektif seperti
koperasi atau farmer groups untuk mencapai economies of scale. Potensi besar
dalam pemanfaatan limbah sawit, tebu, dan padi untuk bioenergi.
E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pelajaran Kunci:
CE implementation requires systemic change, tidak cukup hanya adopsi teknologi
individual. Critical mass collaborators dalam geographic cluster terbukti
menurunkan biaya transaksi hingga 40%. Policy coherence antara kementerian
pertanian, energi, dan lingkungan menjadi prerequisite kesuksesan.
Rekomendasi:
- Develop
context-specific CE models untuk smallholder farmers dengan collective
action framework
- Establish
circular agriculture innovation hubs di sentra produksi utama Indonesia
- Create
financial instruments (green bonds, subsidi) untuk menurunkan barrier to
entry
- Standardize
circularity metrics yang applicable untuk tropical agriculture
- Strengthen
extension services untuk knowledge dissemination tentang praktik CE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar